Detikposnews.com // Jambi – Kekerasan kian merajalela. Bentrokan antara massa aksi dan aparat kepolisian tak lagi menjadi hal yang luar biasa, seolah telah menjadi skenario yang terus diulang. Semua ini berakar pada satu hal: tidak adanya sikap kepemimpinan yang tegas dan berjiwa besar dari Pemerintah Provinsi Jambi. Kamis (26/06/2025)
Alih-alih membuka ruang dialog, pemerintah justru kerap memilih bersembunyi di balik pagar-pagar kekuasaan. Mereka absen menemui massa, mengabaikan tuntutan, dan membiarkan keresahan membusuk di tengah jalan. Bukannya menyelesaikan persoalan, mereka malah mengulur waktu hingga emosi massa memuncak. Dan saat itulah bentrokan pecah—persis seperti yang (mungkin) mereka rancang.
Mengapa demikian? Karena ketika bentrokan terjadi, fokus publik bergeser. Isu-isu substansial yang dibawa mahasiswa—soal lingkungan, korupsi, kebijakan tambang, hingga layanan publik—tenggelam dalam kabut gas air mata. Yang tersisa hanyalah narasi kekerasan dan kerusuhan.
Inilah pola yang terus berulang: kekerasan yang sistemik namun dibungkus seolah insidental. Lebih ironis lagi, oknum aparat yang terbukti melakukan tindakan represif seperti pemukulan dan kekerasan, kerap diperlakukan dengan “lembut” oleh sistem hukum. Mereka seolah kebal, sementara korban kekerasan harus memulihkan luka tanpa keadilan.
Kami, Tim Analisis Media elangnusantara.com, mengecam segala bentuk kekerasan terhadap rakyat yang menyampaikan aspirasi. Kami menyerukan agar pemerintah bertindak dengan jiwa besar, dan aparat kembali pada peran utamanya: melindungi warga negara, bukan menindas mereka.