
Tebing Tinggi – Detikposnews.com // Amris Siahaan, M.Si., Ketua PGRI Kota Tebing Tinggi bersama Dr. M. Idris, MA, Ketua Dewan Pendidikan Kota Tebing Tinggi saat menggelar Forum diskusi publik TEROBOS (Teras Obrolan Santai), yang rutin digelar di Monumen Bus Perpustakaan milik Pemko Tebing Tinggi, Minggu. 5 Oktober 2025
Di balik semaraknya Car Free Day di Lapangan Merdeka Tebing Tinggi, sebuah percakapan serius bergulir di antara deru langkah dan hiruk pikuk warga.
Dalam Forum diskusi publik TEROBOS (Teras Obrolan Santai) yang digelar di Monumen Bus Perpustakaan milik Pemko Tebing Tinggi, Minggu (05/10/2025), mulai pukul 07.00 hingga 09.00 WIB.
Forum mengangkat tema tajam “Arah Baru Pendidikan di Kota Tebing Tinggi” dinilai menyedot perhatian publik.
Sebab tak sekadar obrolan biasa, deretan narasumber yang hadir mewakili berbagai elemen pendidikan dan masyarakat membuat diskusi ini menjelma menjadi cermin kritik dan harapan warga kota terhadap masa depan dunia pendidikan mereka.
Pendidikan: Investasi atau Sekadar Formalitas?
Amris Siahaan, M.Si., Ketua PGRI Kota Tebing Tinggi, mengawali diskusi dengan nada reflektif.
Ia mengenang masa ketika lembaga pendidikan di kota ini tak pernah lepas dari pengawasan para tokoh agama.
“Dulu, tokoh-tokoh agama sangat aktif mengawal kebijakan pendidikan. Itu yang membentuk arah dan identitas pendidikan kita,” katanya.
Amris juga menekankan bahwa merosotnya kualitas pendidikan saat ini tidak bisa terus-menerus dibebankan kepada guru. Ia menyebut bahwa pengaruh terbesar justru datang dari lingkungan keluarga dan masyarakat.
“Kalau ingin kualitas pendidikan meningkat, kita harus mulai dari rumah. Karena pendidikan terbaik dimulai dari lingkungan keluarga,” ujarnya.
“Kami berharap Pemko Tebing Tinggi bisa memberikan beasiswa besar-besaran, agar anak-anak bisa kuliah gratis di mana pun. Ini bukan soal angka, tapi soal investasi masa depan,” tandasnya lagi.
Genetik Kemalasan Sekolah?
Pernyataan menarik juga muncul dari Dr. M. Idris, MA, Ketua Dewan Pendidikan Kota Tebing Tinggi.
Ia mengaitkan minat sekolah seseorang dengan riwayat pendidikan orangtuanya.
“Bila orangtua tak sekolah, seringkali mereka juga tak menekankan pentingnya pendidikan pada anak. Ini yang membuat anak malas sekolah,” ungkap Idris.
Untuk mengatasi itu, Idris mengungkap strategi turun langsung ke lapangan.
“Kami minta kepala sekolah dan guru-guru turun ke masyarakat. Ajak kembali anak-anak yang putus sekolah, walau tantangannya besar,” tambahnya.
Pemimpin, Fokus, dan Anggaran
Suara kritis datang dari Jamal Rangkuti, perwakilan Pesantren Modern Al Hasimiyah. Menurutnya, arah kebijakan pendidikan sangat bergantung pada latar belakang pemimpinnya.
“Kalau Wali Kota-nya mantan guru, biasanya pendidikan otomatis jadi prioritas. Tapi kalau tidak, kita sebagai kontrol sosial harus menekan pemerintah agar pendidikan jadi fokus utama,” ujar Jamal.
“Perlu anggaran khusus dan signifikan untuk sektor pendidikan. Tak bisa hanya jadi pelengkap APBD.”
Kesehatan & Moral: Fondasi Pendidikan
Tak hanya soal kurikulum dan biaya, Agus Rangkuti, Ners, Ketua JBMI, menyoroti aspek kesehatan anak.
“Kesehatan itu penentu utama anak bisa belajar. Kalau anak sakit, bagaimana mau belajar? Maka harus ada kebijakan yang memudahkan layanan kesehatan, bahkan tanpa BPJS. Cukup KTP,” tegasnya.
Sementara itu, Sofyan Damanik, S.Pd., Ketua PerguNU, menegaskan pentingnya pendidikan akhlak di sekolah. Menurutnya, akhlak yang luhur adalah benteng dari disrupsi moral generasi muda.
“Pendidikan karakter dan akhlak bukan pelengkap. Itu pondasi. Tanpa itu, sekolah hanya mencetak manusia pintar tapi tak tahu arah.”
Diskusi ditutup dengan harapan kolektif agar pemerintah kota tidak sekadar mendengar, tapi menindaklanjuti. Forum TEROBOS bukan panggung wacana, melainkan jembatan aspirasi. ***
(K.Saragih)