
SUMENEP – Detikposnews.com// Sulaiman, S.Sos pemerhati kebjakan publik dan hukum menilai penyidik Tipidkor Polres Sumenep, Jawa Timur, terkesan main main dalam penegakan kasus fraud antarbank yang merugikan negara hingga 23 miliar rupiah.
Manurut Sulaiman, kejanggalan itu karena Pihak Polres Sumenep terkesan lamban dalam mengembangkan siapa oknum intelektual dibalik kasus fraud antarbank tersebut. Anehnya, Maya yang jabatannya sebagai karyawan bukan pimpinan Bank Jatim berstatus tersangka baru diterbitkan dalam daftar pencarian orang (DPO) seakan sebagai aktor utama.
Semestinya, Polres Sumenep wajib memeriksa pimpinan Bank Jatim pada periode itu, karena mustahil Maya bertindak sendiri tanpa seijin atau tanda tangan pimpinannya.
” Jadi, Maya tidak mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan mesin EDC kalau tanpa ijin dan tanda tangan pimpinan Bank Jatim di periode itu,” tegasnya.
Lucunya, pihak Polres Sumenep mengaku pihaknya tengah menghadapi berbagai tekanan dari pemberitaan di media daring yang mencoba menggiring opini dan persepsi publik terhadap kinerja penyidik Polres Sumenep.
Jadi, kata Sulaiman kalau pihak Polres Sumenep merasa ada penggiringan opini publik, kenapa baru sekarang setelah viral Maya eks karyawan Bank Jatim disebarkan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Padahal, media online yang memberitakan tidak untuk mendiskreditkan langkah penydik Polres Sumenep, akan tetapi menilai bahwa pihaknya terkesan bekerja secara tidak profesional dan diduga tidak sesuai prosedur hukum.
Apalagi, usai melakukan penggeledahan dan penyitaan sejumlah aset yang berkaitan dengan dugaan kasus fraud Bank Jatim dan Bank Alif itu, aset yang disita belum sebanding dengan kerugian negara sebesar 23 milyar.
” Artinya, tidak sesuai dengan kerugian negara yang dibebankan kepada Maya dan Fajar. Harusnya siapa aktor dibalik itu, ini kasus korupsi beda dengan kasus yang lain. Jadi, jangan hanya sekedarnya yang ditemukan di TKP kan gak bisa seperti itu,” ujarnya.
Ia kembali menegaskan, ketika mesin EDC mesin ATM itu boleh dibawa kemana-mana pastinya secara SOP nya tidak diperbolehkan. Namun, Jika itu diperbolehkan tentunya sudah ada kejanggalan.
” Kalau memang pimpinan cabang itu tidak tahu persoalan itu dengan alasan cuti atau tidak ada masuk keraja. Masa iya verifikasi pengajuan itu dari seorang Maya yang statusnya bukan pimpinan cabang bisa diterima oleh pimpinan pusat, ada apa..?,” ungkapnya.
Untuk itu, penyidik Pidkor Polres Sumenep harus bisa mendapatkan data rekord dari mesin EDC itu, Apa benar si Fajar ini menggunakan saldonya sendiri atau seperti apa.
” Kalau sudah kelihatan dia merugikan negara 23 M, Seharusnya tersangka ditangkap, diperiksa, dikeler, dan dikembangkan, agar diketahui dana itu dipakai beli apa aja. Selain itu, jangan lupa hp mereka kan bisa dikloning, transaksinya apa saja, selama nomor itu aktif, ” pungkasnya.




