Derikposnews.com // BANYUWANGI — Ribuan hati tertunduk dalam kekhusyukan saat pengajian umum Ahad pagi bertajuk “Nelesi Ati” kembali digelar di Aula Sidqi Maulana, Pondok Pesantren Adz Dzikra Banyuwangi, Minggu (6/7/2025). Memasuki pertemuan keempat, forum ini bukan sekadar kajian keagamaan, melainkan ruang ruhani yang menggerakkan hati, menguatkan iman, dan menyalakan kembali obor kepedulian sosial.
KH. Ir. Achmad Wahyudi, S.H., M.H., pendiri sekaligus pengasuh Ponpes Adz Dzikra, membuka pengajian dengan menyampaikan inti spiritualitas dari Surat At-Taubah ayat 24, sebagai pondasi cinta sejati dalam kehidupan seorang mukmin.
“Cinta kepada keluarga, harta, dan duniawi boleh saja. Tapi iman yang sejati menuntut agar cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya tetap menjadi yang utama.” ujarnya dihadapan ratusan jamaah.
Beliau menegaskan, pengajian ini tidak boleh berhenti pada dimensi wacana semata, melainkan harus melahirkan tindakan nyata. “Cinta itu bukan slogan. Kalau cinta kepada Allah SWT, maka wujudkan dalam amal, salah satunya menyantuni yatim dan membantu dhuafa,” ungkap KH Achmad Wahyudi.
Dalam penjelasannya, KH Achmad Wahyudi memaknai “Nelesi Ati” sebagai proses menundukkan hati kepada Allah SWT—dari kata “neles” dalam Bahasa Jawa yang berarti tunduk, lemes, dan penuh adab. Ini bukan sekadar nama, melainkan filosofi hidup yang mendalam.
“Ngaji itu ‘melangkah menuju yang berharga’ yaitu menuju Allah SWT. Maka, mari mulai dari hati kita masing-masing wujudkan niat dalam ucapan, ucapan dalam perbuatan,” tuturnya.
Beliau juga membagikan konsep “Pohon Iman”, yakni sebuah teori sederhana namun mendalam. “Jika ingin tumbuh akhlak, tanamlah iman di hati, sirami dengan amal, dan biarkan ia berbuah dalam akhlak yang luhur,” jelasnya.
Tidak berhenti pada tausiyah, pengajian dilanjutkan dengan aksi nyata berupa santunan bagi anak-anak yatim, serta doa bersama untuk para korban tragedi tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali.
KH Wahyudi menegaskan bahwa program santunan akan menjadi bagian tetap dari pengajian “Nelesi Ati”, dengan harapan jamaah yang mampu dapat menyisihkan rezekinya minimal satu amplop tiap pekan.
Lebih jauh, pengajian umum Ahad pagi “Nelesi Ati” juga merancang program santunan sembako untuk kaum dhuafa dan lansia, yang akan dimulai pada pengajian akan datang. “Kami akan undang mereka hadir, mendengar tausiyah, lalu menerima bantuan. Inilah iman yang bergerak,” kata KH Achmad Wahyudi.
Atmosfer pengajian semakin kuat dengan kehadiran para wali santri ponpes Adz-Dzikra, tokoh masyarakat setempat, tokoh agama lintas iman, perwakilan ormas, serta perwakilan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Indonesia (YLBHKI). Ini menunjukkan bahwa pengajian “Nelesi Ati” bukan forum eksklusif, melainkan potensi gerakan moral yang inklusif dan kolektif.
Ciri khas pengajian ini, juga terlihat dari pembagian konsumsi yang dilakukan secara tertib oleh para santriwan dan santriwati berupa nasi dengan menu lengkap, disajikan di atas piring bersama air mineral. Seluruh proses distribusi dilakukan dengan tertib dan penuh kebersamaan oleh para santriwan dan santriwati, mencerminkan sistem yang terorganisir serta sarat dengan nilai-nilai edukatif dan pembinaan karakter.
Pengajian “Nelesi Ati” telah menjelma menjadi oase spiritual sekaligus gerakan sosial yang hidup. Dalam suasana yang hening namun menggugah, ratusan jamaah pulang dengan hati yang terisi, jiwa yang lembut, dan semangat baru untuk berbuat lebih baik.
“Ini bukan hanya pengajian. Ini kebangkitan ruhani yang membumi,” tutup KH Achmad Wahyudi, dengan lirih namun menggetarkan. (red)