
SUMENEP –Detikposnews.com // Polemik permintaan salinan dokumen distribusi pupuk subsidi oleh sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan SAMBA di Kabupaten Sumenep terus bergulir. Sabtu (20/09/2025).
Persoalan yang menyinggung dugaan ketidaksinkronan antara data kebutuhan, realisasi, serta distribusi pupuk belum mendapat kejelasan. Kondisi tersebut justru menimbulkan kesan saling lempar tanggung jawab antar pihak terkait.
Sejumlah kalangan menilai, ketidakselarasan antara Surat Keputusan Bupati Sumenep dengan realisasi distribusi di lapangan menjadi pintu masuk munculnya kecurigaan publik. Bahkan, isu adanya “mafia pupuk” yang bermain dalam pusaran praktik kotor juga semakin kuat terdengar di tengah kalangan masyarakat luas.
Asmuni, aktivis muda Sumenep, menilai masalah ini bukan sekadar urusan administrasi, tetapi menyangkut keberlanjutan kesejahteraan petani sesuai target program Ketahanan Pangan Nasional.
” Pupuk subsidi menyangkut hajat hidup petani. Kalau dokumen distribusi yang diminta saja sulit diakses, jelas ada yang janggal. Jangan sampai ada pihak-pihak yang menari di atas penderitaan petani,” tegasnya, Jumat (19/9/2025).
Sementara, Pihak Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Sumenep, turut memberikan tanggapan dan menyebut salah satu pejabat inisial R akan memberikan dokumen salinan yang dimaksud.
“Kami akan melengkapi data apa saja yang diminta, nanti akan kami berikan,” jelas R (inisial)
Sementara itu, dalam kesempatannya salah satu distributor lainnya yang enggan disebut namanya juga angkat bicara kepada media bahwa dirinya ingin mengetahui sejauhmana menyikapi polemik yang bergulir.
“Iya biar mereka ada keinginan untuk bersama agar tidak semua menggatung ke saya dan tidak mau tanggung jawab,” ucapnya.
Kalau realisasinya tidak sinkron dengan kebutuhan petani, tentu akan muncul persoalan. Dalam forum bersama sebelumnya antara pemerintah, produsen, dan penyalur untuk mencari jalan keluar.
Asmuni menegaskan, persoalan ini harus segera diselesaikan agar tidak berlarut-larut. Semua pihak yang berkompeten harus transparan dalam memenuhi kepentingan publik secara proporsional.
“Semua pihak harus bertanggung jawab. Jangan saling menyalahkan atau menggantungkan urusan ke satu pihak saja. Kalau tidak ada kejelasan, petani yang paling dirugikan,” katanya. (Mul)